Bungarampai ini berisi tulisan-tulisan, baik yang sudah diterbitkan dalam bentuk buku, mau pun yang belum atau tidak dibukukan.

20 Oktober 2009

PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia

Suar Suroso:

PERISTIWA MADIUN

Realisasi Doktrin Truman
Di Asia.

I. Tuduhan Pemberontakan Komunis

Sudah berlalu 60 tahun. Sampai kini masih berkumandang suara-suara: PKI memberontak ! Mendirikan pemerintah komunis di Madiun ! Menusuk Republik dari belakang ! Komunis membantai kiyai-kiyai. Komunis membunuh pejabat-pejabat pendudkung pemerintah.
Demikianlah, selama lebih setengah abad dikumandangkan oleh lawan-lawan PKI. Juga oleh para sejarahwan anti-komunis, baik asing maupun Indonesia. Bahkan termasuk isi pelajaran sejarah yang diajarkan pemerintah. Pandangan ini masih berdominasi sampai sekarang. Inilah salah satu mata rantai sejarah yang dimanipulasi untuk mendiskreditkan komunis Indonesia. Pemalsuan sejarah yang ditanamkan dalam fikiran rakyat Indonesia. Pemalsuan sejarah adalah pembodohan bangsa.
Sumbernya datang dari pandangan kekuatan anti-komunis yang mendominasi penulisan sejarah Indonesia. Ini adalah pengelabuan masyarakat, yang berkumandang bebas, terutama selama berkuasanya rezim militer orba.

Buku-buku bacaan, bahkan buku pelajaran sejarah dan media massa tak henti-hentinya menyebarkan tulisan-tulisan sebagai berikut: “Pada bulan September 1948 pecah pemberontakan PKI di Madiun”. (Sejarah …. Indonesia, 1976: 227). “Beberapa bulan kemudian kaum komunis memilih untuk memulai suatu pemberontakan di dalam republik”. (Smith Jr., Datus C.1964: 80). “Pasukan pro-komunis melancarkan pemberontakan di Madiun pada 18 September 1948, di kala Republik sedang berjuang melawan Belanda” (May, Brian 1978: 69). “Para pendukung PKI merebut tempat-tempat yang strategis di daerah Madiun, membunuh tokoh-tokoh yang pro-pemerintah, dan mengumumkan melalui radio bahwa suatu pemerintahan Front Nasional telah terbentuk. Musso, Amir, dan para pemimpin PKI lainnya bergegas pergi ke Madiun untuk menangani usaha kudeta pradini ini”. (Riklefs, M.C. 1993 : 344). “Komunisme dalam republik Indonesia kian bertambah kuat, dan dalam September 1948 berusaha merebut kekuasaan”. (Palmier, Leslie 1965: 110). “Konflik tentara dan Partai Komunis sudah berlangsung semenjak pemberontakan Madiun 1948, ketika kaum komunis dan anasir-anasir kiri, termasuk anggota-anggota kekuatan bersenjata, berusaha menggulingkan pemerintah Republik …”(Polomka, Peter 1971: 62). “Dalam suasana politik yang membingungkan ini, kabinet Hatta melaksanakan programnya merasionalisasi angkatan bersenjata. Kesatuan-kesatuan tentara yang diinfiltrasi komunis dibubarkan, dan ini menimbulkan kemarahan dan memprovokasi kecurigaan di fihak golongan kiri (Front Demokrasi Rakyat – FDR --). Sebagai akibat dari gabungan alasan-alasan dan faktor-faktor ini, sebuah resimen tentara di Solo memberontak dan menyeberang ke Madiun dimana sudah diproklamasikan satu pemerintah komunis”. ). (Ide Anak Agung Gde Agung: 1973 49). “Episode pertama yang paling penting adalah pemberontakan Madiun, terjadi di Jawa Tengah dari September hingga November 1948 dan dilakukan oleh suatu kelompok komunis Indonesia yang berorientasi pada Soviet yang menentang kepemimpinan Sukarno dan Hatta”. (Kahin, Audrey R. dan Kahin, George McT 2001: 37). “1948, mantan pemimpin PKI Musso pulang dari pengasingan di Russia, mereorganisasi FDR menjadi PKI yang lebih besar dan lebih agresif, dan dalam bulan September tahun itu juga mencoba meletuskan pemberontakan dengan merebut Madiun di Jawa Timur”. (Neill, Wilfred T. 1973: 330). “Radio Madiun mengumumkan pembentukan Pemerintah Front Nasional untuk keresidenan Madiun, dengan diketuai oleh Soemarsono sebagai Gubernur Militer . ‘Pemberontakan’ ini masih dalam taraf kup regional”. (Reid, Anthony 1974: 142). “Indonesia sudah menunjukkan dirinya adalah anti-komunis dengan menundukkan pemberontakan PKI dalam tahun 1948”. (Weinstein, Franklin B.1975: 70). “Nampaknya pemberontakan Madiun dimulai dikala kaum komunis dan para pendukung komunis serta perwira-perwira di Madiun dalam keadaan panik menghadapi rencana pemerintah untuk mendemobilisasi banyak pasukan yang dipimpin komunis”. (Hindley, Donald 1964: 21). ”Menurut informasi yang diperoleh Perdana Menteri Hatta, Musso dan pimpinan PKI sudah sibuk dengan mengorganisasi pemberontakan bersenjata menentang pemerintah republik, tapi dimaksudkan untuk waktu sekitar November-Desember 1948” . (Dake, Anthonie C.A.1973 : 11). “Pemerintah Hatta mengumumkan pada tanggal 7 Desember 1949 berakhirnya pemberontakan Madiun, terdapat dalam tahanan lebih dari 30.000 orang (mayoritasnya barangkali adalah anggota barisan para-militer yang diinfiltrasi komunis).” (Van Der Kroef, Justus M. 1965: 44). “Pengalaman penting lainnya dari TNI sebelum periode 1965 adalah peranannya menindas pemberontakan dibawah pimpinan PKI di kota Madiun Jawa Timur menentang negara nasionalis yang sedang berjuang dalam tahun 1948”. (Ramage, Douglas E: 1995:20). “Dalam situasi yang demikian, pada tanggal 18 September 1948, PKI melancarkan kudeta di Madiun, Jawa Timur”. (Brackman, Arnold C. 1969: 26).
“PKI Musso telah mengadakan coup, perampasan kekuasaan di Madiun, dan mendirikan di sana suatu pemerintahan baru sebagai permulaan untuk merobohkan Pemerintah Republik Indonesia… Tersiar pula berita – entah benar entah tidak – bahwa Musso akan menjadi Presiden Republik rampasan itu dan Mr Amir Sjarifoeddin sebagai Perdana Menterinya”. (Hatta, Perdana Menteri Moh.1948: pedato di depan BP KNIP). “Kemarin pagi PKI-Musso, mengadakan c o u p , mengadakan perampasan kekuasaan di Madiun, dan mendirikan di sana suatu Pemerintahan Sovyet, di bawah pimpinan Musso. Perampasan ini mereka pandang sebagai permulaan untuk merebut seluruh Pemerintah Republik Indonesia”. (Bung Karno 1948: Pedato radio Presiden 19 September).

Semua buku-buku asing yang dikutip di atas adalah karya penulis anti-komunis. Demikian pula Sejarah Nasional Indonesia jilid VI yang disusun semasa kekuasaan orba dengan diedit di bawah pimpinan Noegroho Notosoesanto yang anti-komunis.
Mengenai sejarah Indonesia yang menyangkut PKI; sederetan penulis asing mulai dari Arnold C. Brackman, Justus M. van der Kroef, J.C.A. Dake, Anthony Reid, Franklin B.Weinstein, L.H.Palmier, Datus C. Smith Jr, Peter Polomka, Donald Hindley, dan banyak lainnya menyalahkan PKI, menyatakan Peristiwa Madiun sebagai pemberontakan komunis. Tulisan-tulisan mereka berpengaruh besar di kalangan intelektual Indonesia. Dan ini dipakukan lagi di bawah kekuasaan orba dengan menggunakan MPRS yang sudah dibersihkan dari semua unsur komunis dan Sukarnois. Dengan alasan keterlibatan dalam Peristiwa G30S, ketetapan MPRS No XXV 1967 menyatakan PKI, ajaran komunisme, yaitu Marxisme-Leninisme adalah terlarang di seluruh Indonesia.

Dalam Peristiwa Madiun telah terbunuh tokoh-tokoh utama pimpinan tertinggi PKI termasuk Musso dan mantan Perdana Menteri Amir Sjarifoeddin. Telah jatuh korban ribuan kader dan anggota PKI, dan 35.000 orang ditangkap. Peristiwa Madiun terjadi tahun 1948, saat mulai berkecamuknya Perang Dingin, saat mulai digalakkannya pelaksanaan strategi the policy of containment, yaitu Doktrin Truman untuk pembasmian komunisme sejagat. Semua penulis asing yang anti-komunis itu menulis tentang Peristiwa Madiun dengan terlepas dari analisa akan peranan Perang Dingin, terlepas dari realisasi Doktrin Truman. Bahkan tak sedikit penulis asing tentang sejarah Indonesia yang mendapat dana dari Lembaga-Lembaga yang disponsori atau bekerjasama dengan CIA, untuk menghasilkan karya-karya yang mengabdi pada kepentingan Doktrin Truman.

Disamping penulis-penulis sejarah yang anti komunis, juga terdapat sarjana-sarjana ilmiah yang objektif memandang sejarah. Walaupun jumlahnya sedikit, harus dinilai penting untuk menegakkan kebenaran dalam penulisan sejarah. Penulis-penulis yang objektif ini tidak menjadi alat propaganda Perang Dingin, menulis tidak mengabdi pada realisasi the policy of containment
“Pemerintah kiri yang berkuasa sampai akhir 1947 digantikan oleh kabinet yang lebih kanan di bawah pimpinan Hatta, yang bersandar pada partai Islam Masjoemi. Dalam tahun 1948 perjuangan antar dua aliran dalam republik Indonesia berlanjut menjadi apa yang disebut pemberonbtakan komunis di Madiun Jawa Timur, yang mungkin sekali lebih kurang diprovokasi oleh unsur-unsur anti-komunis”. (Wertheim, W.F. 1959 : 83). Pandangan yang pokoknya sama juga dikemukakan oleh G.McT.Kahin dalam karyanya Nationalism and Revolution in Indonesia, Ithaca, New York, 1952. Demikian pula Hans-Dieter Kubitschek / Ingrid Wessel dengan karyanya Geschichte Indonesien – Von Altertum bis zur Gegenwart, 1981, Akademie-Verlag-Berlin. O.I.Zabozlayeva menulis; “Sesudah terjadinya pembunuhan dan penahanan perwira-perwira yang revolusioner, penggeledahan dan pengrusakan milik partai komunis dan sarikat-sarikat buruh dan lain-lain, timbullah provokasi dalam bulan September berupa konflik bersenjata di Madiun” (Borhba …. Nyezavisimosti 1961: 61). ”Kekuatan bersenjata revolusioner mengetahui bahwa sedang terjadi persiapan untuk menyerang mereka. Untuk pembelaan diri, mereka memutuskan melucuti senjata pasukan divisi Siliwangi dan Mobile Brigade di Madiun. Inilah yang oleh Sukarno Hatta disalahkan sebagai ‘perebutan kekuasaan oleh PKI”. (Morrien, Joop 1982 : 146). ”Menurut Roger Vaillant, pada 21 Juli 1948, Merle Cochran, Gerald Hopkins para penasehat Luarnegeri Presiden Truman, dan pemimpin-pemimpin Republik Sukarno, Hatta, Natsir, Sukiman, Sukamto dan Mohammad Roem melangsungkan satu rapat penting di Sarangan…… Vaillant menulis, bahwa fihak Amerika menyetujui memberi bantuan pada Republik dengan dua syarat: pertama putuskan hubungan dengan Inggeris, kedua kaum komunis dilenyapkan dari Angkatan Bersenjata. Fihak Republik menerima yang pertama, tapi dengan ragu-ragu menolak yang kedua. Menurut sumber lainnya yang mengetahui, Hatta menerima 10 juta dollar untuk melaksanakan ‘pembersihan kaum merah’ “(Southwood, Julie and Flanagan, Patrick. 1983: 26-27). “Di Madiun, Jawa Timur, terjadi sederetan bentrokan serius antara pasukan bersenjata irreguler yang berorientasi pada PKI dan pasukan bersenjata RI. Peristiwa inilah yang yang dituduhkan oleh Pemerintah sebagai permulaan pemberontakan komunis”. (Mortimer, Rex 1974: 38).

Mengenai satu hal yang sama, yaitu Peristiwa Madiun, terdapat dua penulisan yang berbeda bahkan bertolak belakang. Yang satu menyalahkan PKI sebagai pemberontak. Yang lainnya menyatakan peristiwa itu bukan pemberontakan. Dua sikap berbeda, bersumber dari pendirian anti-komunis dan bukan anti komunis.
Taufik Ismaii menyatakan bahwa “Peristiwa Madiun …… adalah ….. perang saudara di Indonesia”. (Ismail, Taufik 2005: dalam Diskusi). Budiawan, salah satu penulis Indonesia yang sangat menyesatkan, menilai bahwa “Peristiwa Madiun 1948 adalah tonggak sejarah yang penting dalam pembentukan wacana anti-komunis karena merupakan bukti "pengkhianatan PKI". Pembunuhan terhadap sejumlah tahanan oleh laskar Pesindo yang berafiliasi dengan PKI ketika tentara pemerintah menyerang Madiun menjadi bukti "permusuhan abadi" antara komunis dan Islam, karena kebanyakan orang yang terbunuh itu beragama Islam. Sampai saat ini orang Islam "memegang teguh pendapat bahwa Peristiwa Madiun adalah peristiwa pembantaian terhadap umat Islam". (Budiawan: 2004: 109). Karena rakyat Indonesia umumnya beragama Islam, bisa terjadi bahwa yang terbunuh itu adalah orang Islam. Tapi tidak ada bukti bahwa pembunuhan itu dilakukan oleh laskar Pesindo. Dan adalah semata-mata propaganda fitnah atau adalah tidak beralasan dan tidak masuk akal kalau dikatakan bahwa Peristiwa Madiun adalah peristiwa pembantaian terhadap umat Islam.

Tahun 2002, dengan dana Ford Foundation (Arief Budiman 2002 : xii) terbit buku tulisan Hersri Setiawan Negara Madiun ?, Kesaksian Soemarsono Pelaku Perjuangan. Poteret muka Soemarsono yang diremeng-remengkan menghiasi halaman depan buku. Judul buku yang pakai tanda tanya menimbulkan kesan bahwa penulis menyangsikan adanya Negara Madiun. Tapi berlindung dibalik kesangsian ini penulis menanamkan kesan pada pembaca tentang eksistensi Negara Madiun yang sesungguhnya memang tidak ada. Karena itu, ini adalah pemalsuan sejarah, menyesatkan, membenarkan isi pidato Perdana Menteri Hatta di depan BP KNIP 20 September 1948 yang mencela isi pedato Soemarsoso “dari Madiun dimulai kemenangan” serta menyatakan telah berdirinya “Negara Sovyet di Madiun” dan dengan alasan “entah benar entah tidak” menuduh “Musso jadi Presiden serta Amir Sjarifoeddin jadi Perdana Menterinya”. (Hatta, Perdana Menteri Moh. 1948: Pedato di depan Badan Pekerja KNIP).

Mengenai buku “Negara Madiun ?”, Pak Soemarsono menulis: “Buku mengenai saya terbit pada akhir September 2002, tetapi tanpa persetujuan saya. Karena saya pernah diwawancarai, mestinya saya ditanyai dulu atau mendapat kesempatan baca sebelum bukunya beredar. Tapi ini tidak. Mula-mula kesan saya cuma tidak etis saja menurut kode etik penerbitan. Ternyata tidak itu saja. Setelah saya pelajari, lho isinya kok Ngalor ngidul – ke sana ke mari – tanpa arah kayak begini. Ngalor ngidul itu, nggak sesuai dengan apa yang kami omongkan bersama. Ia pakai dokumen-dokumen waktu saya ditahan Belanda di Semarang dan Jakarta, lalu juga komentar dari radio Nefis dari Surabaya. Barangkali supaya kelihatan otentik, hasil kerja riset. Keterlaluan”. Lebih lanjut Soemarsono menulis: “Buku yang beredar mengenai saya itu pada kulit muka pakai gambar saya, Soemarsono. Titel bukunya “Negara Madiun ?” Wah, titelnya itu sendiri sudah aneh kan. Wong Peristiwa Madiun itu ke manapun dan di mana pun saya berada, saya selalu katakan itu bukan pemberontakan – met of zonder tanda tanya yang insinuatif itu. Kepada siapa saja, di Negeri Belanda, di Radio Hilversum, di mana saja saya bicara tentang Peristiwa Madiun, tegas saya katakan: Itu bukan pemberontakan.” (Soemarsono 2009: xix).

Harus diakui kenyataan, bahwa sampai sekarang penulisan sejarah Indonesia didominasi oleh orang asing, yang mayoritasnya anti-komunis. Buku-buku sejarah yang ditulis oleh sarjana yang bukan anti-komunis amat sedikit. Kaum komunis Indonesia tidak berkesempatan secara bebas mengungkap sejarahnya sendiri. Bahkan menyuarakan komunisme dilarang oleh rezim militer orba. Disamping itu terdapat banyak buku-buku sejarah yang menyesatkan seperti tulisan-tulisan Noegroho Notosoesanto, Taufik Ismail dan buku sebangsa Negara Madiun?

Di zaman modern, terutama sesudah Perang Dunia kedua, tidak ada peristiwa besar di Indonesia yang terlepas dari situasi dunia. Demikian pulalah Peristwa Madiun, yang telah menelan sekian banyak korban, terutama terbunuhnya pimpinan utama Partai Komunis Indonesia. Peristiwa Madiun yang terjadi tak lama seusainya Perang Dunia kedua, di kala dunia mulai dilanda Perang Dingin, yaitu pelaksanaan Doktrin Truman, tidak mungkin ditulis terlepas dari pengaruh situasi dunia waktu itu. Mengenai peristiwa sejarah yang demikian penting tidak sedikit jumlahnya buku ditulis dan diterbitkan oleh Badan Penerbit yang dibiayai oleh dana-dana mengabdi pada strategi Perang Dingin, mengabdi pada realisasi Doktrin Truman.

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog