Bungarampai ini berisi tulisan-tulisan, baik yang sudah diterbitkan dalam bentuk buku, mau pun yang belum atau tidak dibukukan.

20 Oktober 2009

PERISTIWA MADIUN, Realisasi Doktrin Truman Di Asia

VII. Musso Dan Resolusi Jalan Baru Bagi Republik Indonesia.

Awal Agustus 1948 Musso kembali ke Indonesia. 13 Agustus 1948, bersama Suripno, Musso menemui Bung Karno. Dalam pertemuannya, Bung Karno memeluk Musso, dan Musso memeluk Sukarno. Bung Karno berkata: “Kok awet Muda ?’ Jawab Pak Musso: “O, ya. Tentu saja. Ini memang semangat Moskow, semangat Moskow selamanya muda”. Pembicaraan berjalan dengan lancar. Dengan bangga Bung Karno menceriterakan pada Suripno, tentang pergaulannya dengan Pak Musso di jaman yang lampau. Ia di antaranya menuturkan “Musso ini dari dulu memang jago. Ia memang paling suka berkelahi. Ia memang jago pencak. Juga orang yang suka musik. Tatkala sedang berpidato, ia akan ‘nyincing’ lengan bajunya” Agak panjang lebar ia mengutarakan riwayat pergaulannya bersama Pak Musso. Pembicaraan berlanjut, sampai pada soal Yugoslavia dengan Tito-nya, yang baru-baru ini menarik perhatian dunia. Apa sebab Tito dicaci-maki oleh Kominform ? Mengapa Partai Komunis Yugoslavia dicela oleh Kominform ? Pak Musso menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan sebisa-bisanya dan sejelas-jelasnya. Bung Karno bertanya: “Apakah yang dimaksud itu, bahwa Partai Komunis di sana tidak memegang rol menjadi avatgarde-nya perjuangan rakyat Yugoslavia ?” Mendengar pertanyaan Bung Karno itu, Pak Musso ternganga dan dari mulutnya keluar kata-kata: “Lho, kok tahu ?” Bung Karno membela diri dengan kata-kata: “Saya ini ‘kan masih tetap muridnya Marx, Pak Tjokroaminoto dan Pak Musso”. Maka untuk membuktikan hal itu Bung Karno meraih sebuah kitab yang dikarangnya, yaitu “Sarinah”. Ia menunjukkan halaman-halaman di mana ia mensiteer kata-kata Lenin, Stalin dan lain-lain. Buku itu lalu diberikan kepada Pak Musso sebagai tanda mata, dan di halaman terdepan ia tulis: “ Buat Bung Musso, dari Penulis. Djokjakarta 13-8-1948” Sebelum berpisah, Bung Karno minta supaya Pak Musso suka membantu memperkuat negara dan melancarkan revolusi. Jawab Pak Musso tak panjang: “Itu memang kewajiban saya. Ik kom hier om orde te scheppen!” (Revolusioner, 1948: No 14).

Sekembalinya Musso ke Indonesia, alat-alat media massa di daerah pendudukan Belanda besar-besaran mempropagandakan berita sensasional anti-komunis. Harian “Het Dagblad” di Jakarta menulis, bahwa “Musso kembali bukan saja dengan diiringi oleh Suripno, akan tetapi berikut sebuah pasukan komando berjumlah 20 orang Russia, yang oleh Suripno ditinggalkan di Bangkok, dan selalu siap menunggu panggilan ke Jawa”. Harian “Niewsgier”, koran resmi Pemerintah pendudukan Belanda di Jakarta menulis: “Walaupun tak ada fakta-fakta, Musso yang telah tinggal 25 tahun di Rusia, pulang tentu dengan membawa instruksi-instruksi dari Moskow !”. Analisa-analisa yang demikian ditulis dalam berbagai artikel: “Musso dan para sahabatnya bisa dengan gampang menggunakan situasi yang sudah rumit di Indonesia demi kepentingannya. Dalam hubungan ini, surat-kabar resmi di daerah pendudukan mengajukan pertanyaan: “Bisakah Pemerintah Hatta membendung meluasnya pengaruh Musso dan pikiran-pikirannya ataukah membiarkannya ?” (Kyamilyev, E. Kh, 1972: 209).

Begitu tiba kembali di tanahair, Musso aktif bersama kawan-kawan lama dan baru membangun kekuatan revolusioner yang bersatu-padu. Di dalamnya termasuk anggota-anggota CC PKI Sardjono, Alimin, Maruto Darusman, Suripno, pimpinan Partai Sosialis yang baru Amir Sjarifoeddin, Abdulmadjid, Tan Ling Djie, Ketua Partai Buruh Indonesia Setiadjit dan banyak lainnya.
14 Agustus 1948, dalam organ Front Demokrasi Rakyat, “Revolusioner”, dimuat artikel Musso: “Usul-Usul Tentang Front Nasional”. Untuk pertama kali, sekembalinya di tanahair, Musso memaparkan rencana lebih lanjut mengembangkan revolusi pembebasan nasional atas dasar front persatuan nasional anti-imperialis. Dia menulis: “Kelemahan revolusi nasional kita sejak semula sampai sekarang ini adalah tidak adanya Front Nasional”. Sehubungan dengan ini, Musso menyerukan kepada segenap pimpinan partai-partai untuk secepatnya mengadakan perundingan. Dengan berdirinya Front Nasional, maka seharusnyalah dibentuk pemerintah koalisi. “Kabinet harus diubah menjadi kabinet Front Nasional yang terdiri dari wakil-wakil kalangan yang di dalamnya sudah mencakup secara luas. Dengan demikian akan lenyaplah oposisi yang memperlemah persatuan dan pertahanan”.

16 Agustus 1948 dimuat tulisan Musso dalam organ “Revolusioner” mengenai otokritik dalam Revolusi Nasional, mengenai kesalahan-kesalahan prinsipiil dalam revolusi, dan mengenai jaminan kemenangan revolusi. Dikemukakan, bahwa wakli klas buruh Indonesia saat ini tidak menduduki tempat dalam pemerintah. Ini akan menyebabkan pemerintah tak akan menjalankan politik revolusioner anti-imperialis. Karena itu, terdapatlah bahaya yang nyata, bahwa republik akan jatuh ke dalam pengaruh imperialisme. Bahaya ini diperdalam lagi, karena masih dipertahankannya aparat-aparat kekuasaan kolonial, aparat yang pada hakekatnya anti-rakyat; demikian pula belum diselesaikan tugas mengubah kekuatan bersenjata menjadi betul-betul tentara rakyat, yang dibangun dari rakyat untuk membela rakyat. Menurut Musso, kesalahan umum revolusi kita adalah sejak semula bersifat defensif. Ini tampak dalam hubungan revolusi dengan hak milik kaum kolonial. Akibatnya ialah: tak terpecahkannya masalah agraria, tak berlangsung reform agraria. Selama tiga tahun semenjak pecahnya revolusi, Belanda terus-menerus menyerang kita. Musso optimis, bahwa betapapun banyaknya kesulitan, revolusi pembebasan nasional mempunyai harapan untuk menang, jika dijamin adanya persatuan rakyat dan demokrasi di tangan negara. (Bintang Merah 1952: 1-10).

20 Agustus 1948 di Yogyakarta berlangsung rapat raksasa yang dihadiri 50.000 orang, di mana Musso berpedato. Pada saat itu telah berkembang kampanye anti-komunis dengan berbagai macam fitnah. Akan tetapi besarnya minat rakyat terhadap rapat raksasa itu menunjukkan meningkatnya pengaruh PKI dengan kedatangan Musso. Untuk pertama kalinya, Musso berpidato di depan umum, mengemukakan pentingnya mengganti kabinet presidentil menjadi kabinet front nasional, dan demi kepentingan revolusi nasional, republik harus menggalang kerjasama dengan kalangan luas internasional yang memihak republik, terutama dengan URSS. Sebagai langkah pertama, Musso menyerukan untuk meratifikasi persetujuan penggalangan hubungan diplomatik dengan URSS secepat mungkin. Ini akan membantu untuk mematahkan bokade yang dilakukan Belanda.(Antara 1948: 21 Agustus). Musso menyerukan di depan rapat raksasa untuk meratifikasi hubungan diplomatik dengan Uni Sovyet. Ini jelas tidak menyenangkan Amerika Serikat. Dan Pemerintah Hatta juga tak berkenan melakukannya.

21 Agustus 1948, Politbiro CC PKI mengadakan inisiatif untuk menggabungkan kekuatan antara PKI dengan Partai Sosialis Amir Sjarifoeddin, dan ditambah Partai Buruh – ketiganya saat ini sudah bergabung dalam FDR -, sehingga kemudian menjadi satu-satunya Partai Komunis Indonesia. Dalam satu pernyataan secara khusus dikemukakan: “Poilitbiro CC PKI mengusulkan, untuk mengoreksi kesalahan di masa lalu, menyatukan tiga partai yang tergabung dalam FDR – PKI, Partai Sosialis dan Partai Buruh – dengan demikian dapat mendirikan satu-satunya partai klas buruh, yang sudah menyandang nama historis – Partai Komunis Indonesia“(Antara 1948: 23 Agustus).
25-27 Agustus 1948 di Yogyakarta berlangsung Konferensi Luarbiasa PKI. Masalah pokok yang dibicarakan dalam Konferensi adalah laporan khusus Musso “Jalan Baru untuk Republik Indonesia”, yang telah disetujui dalam sidang Politbiro CC PKI yang diperluas, yang diselenggarakan di Yogyakarta, 13-14 Agustus 1948. 6).(Indonesia ….. Internasional,1958: 17). Konferensi Luarbiasa ini mengesahkan rancangan “Resolusi Jalan Baru Bagi Republik Indonesia” yang merupakan otokritik pimpinan PKI atas kesalahan-kesalahan prinsipiil dalam revolusi Indonesia di bidang organisasi, politik dan ideologi. Rancangan Resolusi ini akan diajukan dalam Kongres Nasional ke V PKI untuk pengesahannya. Dalam rancangan Resolusi ini antara lain dinyatakan, bahwa pada 1935 didirikan PKI illegal di Indonesia atas inisiatif sdr. Musso. Selanjutnya PKI illegal ini memimpin perjuangan anti-fasis selama pendudukan Jepang. Kesalahan pokok di lapangan organisasi yang dilakukan oleh organisasi illegal ini ialah, tidak dimengertinya perubahan-perubahan politik di dalam negeri sesudah proklamasi Kemerdekaan. Sebenarnya, tepat pada saat itulah, PKI harus melepaskan bentuknya yang illegal dan muncul di hadapan masyarakat Indonesia Merdeka dengan terang-terangan. Dengan adanya hingga saat ini tiga partai klas buruh (PKI illegal, PBI, Partai Sosialis) yang semuanya dipimpin oleh PKI illegal, sama-sama mengakui dasar-dasar Marxisme-Leninisme dan sebagaimana pada saat ini telah bergabung dalam FDR; serta telah menjalankan aksi bersama berdasarkan program bersama, maka dengan adanya kenyataan tersebut telah mengakibatkan membikin ruwetnya pergerakan buruh secara keseluruhan. Hal ini sangat menghalangi kemajuan dan perkembangan kekuatan organisasi klas buruh, juga sangat menghalangi meluasnya dan mendalamnya ideologi yang konsekwen berhaluan Marxisme-Leninisme. Dengan demikian telah membuka pintu selebar-lebarnya memberikan peluang kepada musuh klas buruh untuk menghalangi kemajuan pergerakan komunis dengan jalan mendirikan bermacam-macam partai kiri yang palsu dan memakai semboyan yang mestinya menjadi semboyan PKI (di antaranya: Perundingan atas dasar kemerdekaan 100%) ….. Berhubung dengan adanya kesalahan-kesalahan dalam hal mengenai asas dalam lapangan organisasi seperti tersebut di atas dan menarik pelajaran sebaik-baiknya dari kejadian di Yugoslavia, maka rapat Politbiro PKI memutuskan untuk mengadakan perubahan secara radikal ….. Jalan satu-satunya untuk melikwideer kesalahan kesalahan pokok itu dengan cara radikal ialah, diadakannya satu partai yang legal daripada klas buruh yang berdasarkan Marxisme-Leninisme …. Supaya di antara ketiga partai yang mengakui dasar-dasar Marxisme-Leninisme yang sekarang telah bergabung dalam FDR serta menjalankan aksi bersama, selekas-lekasnya mengadakan fusi (peleburan) sehingga menjadi satu partai klas buruh dengan mengusung nama yang bersejarah, yaitu PKI. Konferensi juga memperkuat keputusan CC untuk membentuk organiasi massa yang baru, ialah “Lembaga Persahabatan Indonesia – Sovyet Unie”. Ini perlu sekali, karena di Indonesia terdapat begitu banyak orang yang bersimpati pada Sovyet Unie akan tetapi masih segan memasuki PKI. Perlu sekali adanya lembaga itu, supaya rakyat jelata mengetahui lebih banyak tentang Sovyet Unie, supaya rakyat jelata mempunyai kepercayaan lebih besar terhadap pergerakan demokrasi rakyat yang dipimpin oleh Sovyet Unie. Kekuatan Sovyet Unie dan kekuatan-kekuatan anti-imperialis lainnya di seluruh dunia sebenarnya memang jauh lebih besar dibandingkan kekuatan blok imperialisme yang dipimpin USA, yang masih juga hingga kini berniat menjajah kembali tanah air kita.
Kesalahan di bidang politik luarnegeri, memiliki akar yang dalam, semenjak meletusnya Perang Dunia kedua dan selama pendudukan Jepang, dan kemudian juga terpengaruh oleh pendirian salah yang bersumber dari partai-partai sekawan Eropa Barat, yaitu Perancis, Inggris dan Belanda. Pada umumnya tidak dimengertinya perubahan besar yang terjadi di lapangan politik internasional dan perubahan keadaan di negerinya masing-masing sesudah Perang Dunia kedua berakhir. Selama Perang anti-fasis, semua kekuatan revolusioner bekerjasama dan bersatu dengan semua kekuatan anti-fasis, termasuk dengan pemerintah-pemerintah Amerika, Inggris, Perancis, Belanda dll. Setelah Perang Dunia kedua berakhir, dengan hancurnya ketiga negara fasis tadi, maka bagi Partai Komunis di negari-negeri kapitalis-imperialis, dan bagi perjuangan revolusioner di negeri-negeri jajahan sudah tidak ada alasan lagi melanjutkan kerjasama dengan pemerintah setempat. Apalagi sesudah ternyata, bahwa burjuasi di negeri setempat masing-masing itu sudah mulai menggunakan berbagai cara untuk menindas pergerakan kaum buruh di negerinya sendiri dan perjuangan kemerdekaan di negeri jajahannya. Tatkala Perang Dunia kedua berakhir dengan hancurnya negeri-negeri fasis, maka perjuangan kemerdekaan di negeri jajahan harus dikobarkaan dengan sehabat-hebatnya dan Partai Komunis di negeri penjajah harus menyokongnya dengan sekuat tenaga. Akan tetapi CPN (Partai Komunis Belanda) beranggapan, bahwa perjuangan rakyat Indonesia tidak boleh keluar dari batas status dominion dan oleh karenanya semboyan yang paling baik untuk Indonesia, menurut pendirian mereka adalah: “Unie verband”, atau dengan perkataan lain: tetap tinggal dalam lingkungan “commonwealth” Belanda. Jadi Indonesia harus terus menerus “kerja bersama” dengan imperialis Belanda. Politik reformis ini, yang terutama dianut oleh kaum sosialis kanan (sosialis Sjahrir), hakekatnya adalah sangat membesar-besarkan kekuatan imperialis Belanda dan mengecilkan kekuatan revolusi Indonesia. Inilah akar penerimaan atas Persetujuan Linggarjati dan Renville…. Kesalahan selanjutnya yang besar pula ialah, bahwa kabinet Amir Sjarifoeddin mengundurkan diri dengan sukarela dan tanpa mengadakan perlawanan sama sekali. Kaum komunis pada waktu itu tidak ingat akan ajaran Lenin: “Soal pokok dari pada tiap revolusi adalah soal kekuasaan negara”. Berhubung dengan itu, Politbiro menetapkan, bahwa PKI dalam susunannya yang baru dengan tegas harus membatalkan Persetujuan-Persetujuan Linggarjati dan Renville. Penolakan persetujuan Linggarjati dan Renville berarti juga otokritik yang keras di dalam kalangan PKI. Dan pengakuan salah ini harus juga dipopulerkan di kalangan bagian terbesar massa rakyat. Adapun politik PKI terhadap Sovyet Unie, sebulat-bulatnya menganjurkan supaya diadakan hubungan langsung dalam semua lapangan. Sovyet Unie adalah sekutu yang semestinya bagi rakyat Indonesia yang melawan imperialisme, karena Sovyet Unie mempelopori perjuangan melawan blok imperialisme yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Cukup jelas bagi kita, bahwa Amerika Serikat membantu dan mempergunakan Belanda untuk mencekik Republik kita yang demokratis. Dalam perjuangan melawan imperialisme ini PKI harus menghubungkan diri dengan pergerakan-pergerakan anti-imperialis di Asia, Eropa dan di Amerika, terutama sekali dengan rakyat negeri Belanda yang progresif yang sebagian terbesar dari mereka dipimpin oleh CPN…..Tujuan PKI ialah mendirikan Republik Indonesia Serikat yang berdasarkan demokrasi rakyat, yang meliputi seluruh wilayah Indonesia dan terbebas dari pengaruh imperialisme asing beserta militernya. Resolusi Jalan Baru Bagi Republik Indonesia ini juga memaparkan masalah-masalah politik dalam negeri, pemerintah dalam negeri, kepolisian negara, pengadilan negeri, ketentaraan, masalah Front Nasional, masalah PKI dan daerah pendudukan, dan masalah ideologi. Mengenai ketentaraan dikemukakan, bahwa sebagai alat kekuasaan negara yang terpenting, harus istimewa mendapat perhatian. Kader-kader dan anggota-anggota tentara harus diberi pendidikan istimewa yang sesuai dengan kewajiban tentara sebagai aparat yang terpenting untuk membela revolusi nasional kita, yang berarti pula membela kepentingan rakyat pekerja. Tentara harus bersatu dengan rakyat dan disukai rakyat. Tentara harus dipimpin oleh kader-kader yang progresif. Dengan sendirinya dan terutama kalangan kader-kadernya harus dibersihkan dari anasir-anasir yang reaksioner dan kontra-revolusioner.” 7). (Djalan Baru Bagi Republik Indonesia). Dengan Resolusi Jalan Baru, PKI telah mempersiapkan dasar pembangunan satu-satunya partai klas buruh, yaitu PKI, dan dengan tegas menyatakan bersatu dengan Uni Sovyet untuk melawan imperialisme yang dimotori Amerika. Bagi Amerika Serikat, ini betul-betul merupakan tantangan terhadap pelaksanaan strateginya membendung komunisme di Asia, yaitu pelaksanaan “the policy of containment”. Tentu saja PKI-lah yang menjadi sasaran tembaknya guna melancarkan strategi global membendung komunisme. Dengan telah terbentuknya kabinet Hatta tanpa ikut sertanya FDR, usaha Amerika dalam mencegah duduknya komunis dalam Pemerintah, telah menang selangkah. Kini tinggal mencegahnya masuk kembali, untuk kemudian membasmi seluruhnya.

1 September 1948 diumumkan susunan Politbiro CC PKI yang baru, dengan pembagian kerja sebagai beriukut: Sekretariat umum: Musso, Maruto Darusman, Tan Ling Djie, Ngadiman, Departemen Buruh: Harjono, Setiadjit, Djokosudjono, Abdul Madjid, Achmad Sumadi; Departemen Tani: A.Tjokronegoro, D.N.Aidit, Sutrisno; Departemen Pemuda: Wikana dan Suripno; Departemen Wanita: sementara dipegang oleh Sekretariat Umum, Departemen Pertahanan: Amir Sjarifoeddin; Departemen Agitasi dan Propaganda; Alimin, Lukman dan Sardjono; Departemen Organisasi: Sudisman: Departemen Luarnegeri: Suripno; Departemen Perwakilan: Njoto; Departemen Daerah-Daerah Pendudukan dipegang oleh Sekretariat Umum, Departemen Kader-Kader Partai: sementara dipegang oleh Sekretariat Umum; Departemen Keuangan: Ruskak.(Antara 1948: 1 September).

Pimpinan PKI sangat sibuk dengan kampanye mempopulerkan putusannya yang dirumuskan dalam Resolusi Jalan Baru bagi Republik Indonesia. Dilakukan kunjungan ke berbagai kota dan daerah dengan melangsungkan rapat-rapat umum. Telah direncanakan bahwa Amir Sjarifoeddin bersama Musso dan rombongannya akan berkunjung sebagai berikut: 7 September, Solo; 8 September, Madiun; 10 September, Bojonegoro; 11 September, Kediri; 13 September Cepu; 17 September, Purwodadi; dan 24 September, Wonosobo.

Dengan Resolusi Jalan Baru Bagi Republik Indonesia, Musso berjasa mengoreksi kesalahan-kesalahan PKI selama ini di bidang organisasi, politik dan ideologi; dan meletakkan dasar untuk membangun PKI menjadi sebuah Partai dengan ideologi pembimbing Marxisme-Leninisme, mengabdi pada revolusi nasional Indonesia.


*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog